Penderitaan ini juga dialami oleh Zubaidah atau biasa dipanggil Idah, gadis berusia enam tahun. Idah merupakan korban penganiayaan yang diduga dilakukan ibu angkatnya, Titin Citra Lestari (34). Kasus itu terungkap setelah Idah ditemukan tergolek di kamar mandi dalam rumahnya yang terkunci di Desa Kawat, Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau, 12 Agustus 2007 sore. Saat itu orangtua angkat Idah serta anak-anak kandung mereka sedang di Kabupaten Ketapang. Saat polisi, kepala dusun, dan kepala desa mendobrak masuk, Idah ditemukan kritis dan lumpuh. Diduga, sebelum disekap, Idah dianiaya ibu angkatnya. Malam itu juga, Idah dievakuasi ke puskesmas. Adapun Titin ditahan polisi begitu pulang. "Polisi menetapkan ibu angkat Idah sebagai tersangka penganiayaan. Sembilan saksi yang pernah melihat Idah dipukuli dan direndam di air dalam baskom sudah dimintai keterangan," kata Kepala Polsek Tayan Hilir Inspektur Satu Supriyadi. Sejumlah tetangga dan teman main Idah juga mengatakan, tersangka sering memukul, menyundut rokok, dan menyiram Idah dengan air panas. Kepada polisi, Titin mengaku khilaf dalam melakukan kekerasan. Saksi-saksi menyatakan, kekerasan juga dilakukan Titin terhadap anak-anak kandungnya, tetapi tidak sampai separah Idah. Untuk mengecek kebenaran, polisi akan menanyai Idah setelah kesehatannya pulih. (ompas, 21 Agustus 2007).
Banyak kasus Kekerasan yang dialami Idah hanyalah satu dari sekian banyak kasus kekerasan terhadap anak yang terus meningkat di
Latar belakang kekerasan bermacam-macam, ada yang menyebutkan si anak memang bandel atau susah diatur, pola asuh yang salah, pelampiasan emosi orang tua akibat himpitan ekonomi, dan karena tidak sadar ketika melakukan kekerasan. Namun bukan berarti pada keluarga yang tergolong ekonomi kuat tidak terjadi kekerasan pada anak. Semua di atas ditinjau dari sisi mikro keluarga. Dari sisi makro, kondisi kemorosotan sosial ekonomi, lemahnya penegakkan hukum, seringnya tayangan dan tampilan media tentang kekerasan dan seks, degradasi moral kolektif di kalangan ‘tokoh’ masyarakat dan pemimpin bangsa, pola pendidikan yang mensakralkan kecerdasan intelektual semata, dan kurangnya sosialisasi penumbuhan rasa kasih sayang sesama dan perdamaian, ikut memicu terjadinya kekerasan pada anak. Lantas, bagaimana kita menyikapi persoalan tersebut? Sampai kapankah anak-anak bebas dari objek sasaran perilaku kekerasan? Bagaimana pula Islam mensolusinya?
Anak Adalah Amanah Allah
Anak adalah titipan Allah. Kedua orangtuanya berkewajiban memelihara setiap titipan. Menelantarkan dan mensia-siakan anak sangat dilarang dalam Islam, “Sesungguhnya rugilah orang-orang yang membunuh anak-anak mereka karena kebodohan lagi tidak mengetahui” (QS. al-An’am: 140). Dari ayat tersebut di atas, dapat kita pahami bahwa anak merupakan amanah Allah untuk diasuh, dididik dan dibimbing menjadi anak yang saleh dan salehah. Dalam islam ada beberapa kewajiban orang tua terhadap anak diantaranya adalah:
Pertama, memberikan kasih sayang dan perlindungan. Kasih sayang bukan berarti memberikan kecukupan materi tetapi lebih penting dari itu adalah mendengarkan suara dan tuntutan mereka serta mendampinginya dalam proses tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang dewasa. Dalam hal ini, ada baiknya kita bercermin kepada perilaku Rasulullah SAW yang sangat perhatian pada anak-anak dan cucu-cucunya dengan memberikan curahan kasih sayang kepada mereka.
Kedua, memberikan keteladanan dan pendidikan yang baik. Orang tua harus senantiasa memberikan keteladanan dan terutama penanaman aqidah atau keimanan sejak dini dan membentuk kepribadian anak-anak mereka agar berkepribadian Islam, yaitu berpikir dengan menstandarkan kepada aqidah islam dan memiliki pola jiwa kecenderungan untuk tetap menyandarkan segala perbuatan berdasarkan syariat Islam. Selain itu orang tua harus menjadikan keluarga sebagai sentra beragam kegiatan bermanfaat baik sentra ibadah maupun sentra pengembangan ilmu baik ilmu agama maupun pengetahuan umum. Rasulullah SAW bersabda: “Jika anak telah mengenal tangan kanannya dari tangan kirinya maka perintahkanlah dia untuk mengerjakan shalat” (HR. Ibnu Hibban dari Abi Sa’id). Dalam hadist yang lain Rasulullah SAW bersabda: “Berilah tiga macam pendidikan pada anak-anakmu; (1) cinta pada para nabi, (2) cinta pada keluarga nabi, dan (3) membaca Al-Quran; maka sesungguhnya orang yang hapal Al-Quran itu berada pada naungan Allah SWT, yaitu di hari yang tidak ada naungan kecuali naunganNYA beserta para nabi dan kekasihNYA”. (HR.Ad-Dailamiy dari Ali).
Ketiga, membentuk interaksi keharmonisan keluarga sakinah, mawaddah dan penuh rahmat. Rasulullah SAW bersabda: “Bertaqwalah kepada Allah dan berlaku adillah terhadap anak-anakmu” (HR.Nu’man). Rasulullah SAW bersabda, “Kewajiban yang harus ditunaikan oleh suami terhadap isterinya adalah: memberinya makan apabila ia makan, memberikan pakaian apabila ia berpakaian; janganlah ia (suami) memukul wajahnya, menghinanya dan jangan lupa mengasingkannya kecuali ketika berada di rumah” (HR Hakim). Suatu keluarga sakinah mengandung makna dimana semua anggota keluarga merasa senang dan betah berkumpul di tengah-tengah keluarga serta terterapkannya nilai-nilai Islam dalam keluarga.
Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa pada dasarnya Islam telah menyerukan agar anak-anak yang lahir di dunia ini mendapat kasih sayang dan perlindungan. Dengan kata lain, adalah kewajiban para orang tua untuk mengasihi, melindungi dan mengarahkan anak-anak mereka. Ketentuan seperti ini bukan hanya menjadi sebuah kewajiban dan sarana ibadah, tetapi lebih untuk memenuhi hak-hak anak sebagai manusia dan ciptaan Allah SWT. Bukan sebaliknya, anak-anak yang masih kecil, lemah dan belum dibebani dosa itu harus menanggung berbagai penyiksaan dan tindak kekerasan lainnya. Karena sesungguhnya anak adalah amanah dan ujian dari Allah untuk bekal ibadah kita di dunia. Bila kita menyia-nyiakan amanah tersebut, apalagi menyiksa dan memukul anak kelewat batas, tentu dosa dan amarah Allah akan kita tunai di kemudian hari. Wallaahu’alam Bishowab